Sabtu, 18 Desember 2010

jalaludin rumi

“Bagaimana keadaan sang pencinta?” tanya seseorang. Lelaki ini pun menjawab, “Jangan bertanya seperti itu, wahai sahabat. Jika engkau seperti aku, tentu engkau akan tahu. Ketika Dia memanggilmu, engkau pun akan memanggil-Nya!”

Siapakah lelaki ini? Dialah Maulana Jalaluddin Rumi, seorang penyair sufi terbesar yang namanya dikenal luas di Barat dan di Timur. Kutipan dari kata-katanya telah menghiasi ribuan literatur selama berabad-abad lamanya, dari dulu hingga sekarang. Layaknya para sufi, kecintaan kepada Allah Azza wa Jalla menghiasi seluruh relung kehidupannya.

Sebuah hikayat menceritakan bahwa suatu pagi seorang pandai besi bernama Shalahuddin memukul-mukul besi di tempat penempaannya. Tidak jauh dari tempat itu, berdirilah sesosok pria berjanggut tebal yang tidak lain adalah Jalaluddin Rumi. Saat mendengar suara dentingan besi bertalu-talu, Rumi seakan “tidak sadarkan diri” dan mengalami ekstase. Dari lisannya terucap syair-syair mistis berisi pujian akan keagungan Allah Azza wa Jalla. Ia tenggelam dalam pengalaman syatahat. Ia menari dan terus menari sambil memadahkan syair-syair cinta Ilahi.

Bermula dari sanalah tradisi menari kalangan sufi dimulai. Sampai meninggalnya, 17 Desember 1273, menari telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari sosoknya. Mengapa? Karena ia tidak pernah berhenti mencintai Allah. Bagi dirinya, segala yang terlihat dan terasa adalah “panggilan” serta sarana yang membuat hatinya tertambat kepada Allah. Itulah mengapa, dentingan suara besi pun mampu membuatnya mabuk kepayang.

Karya Monumental

Selain karena tariannya, sufi agung yang lahir di Balkh pada 1207 M ini, dikenal pula karena karya-karyanya yang monumental. Tiga di antaranya adalah Diwan Syamsi Tabriz, Matsnawi, dan Fihi ma Fihi. Diwan berisi 50.000 bait syair, penuh dengan lirik-lirik mistik. Adapun Matsnawi terdiri dari enam buku dan memuat sekitar 26.660 bait. Karya ini dia rampungkan dalam waktu sepuluh tahun.

Menurut Rumi, Matsnawi berisi “akar-akar agama dan penemuan kegaiban-kegaiban alam pengetahuan ketuhanan”. Dalam Matsnawi, Rumi mengajak pembacanya berpikir analogis dengan mengambil ilham dari cerita-cerita di dalamnya. Matsnawi adalah kumpulan metafora yang sangat indah (Jamil Ahmad, 2003: 246). Itulah sebabnya, walau telah berpulang beradab-abad lamanya, nama serta karya-karya Rumi masih tetap abadi hingga kini.

Di sini, kami kutipkan beberapa kata-kata indah penuh makna yang dinisbatkan kepada Jalaluddin Rumi:

* Abu Bakar dihormati kaum Muslimin bukan karena shalat, puasa, dan zakatnya yang banyak. Ia dihormati dan dijadikan rujukan kaum Muslimin karena isi hatinya.
* Jika hati disembuhkan dan sensualitasnya dibersihkan, Tuhan Yang Maha Pengasih akan bersemayam di atas Singgasana. Hati pun terbimbing karena ia bersama pemiliknya.
* Engkau dilahirkan dengan memiliki sepasang sayap, tapi mengapa engkau lebih suka menjalani hidup dengan merangkak?
* Engkau tak boleh sesaat pun diam termangu, engkau tidak boleh berhenti bekerja, hingga engkau buahkan pekerjaan, baik atau buruk.
* Tidak perlu sedu sedan dalam kesedihan. Apa pun yang hilang kelak akan diganti dalam bentuk lain.
* Ketika engkau ingin pergi ke suatu tempat, hatimu akan berangkat lebih dulu untuk melihat tempat tujuanmu. Memeriksa seperti apa sesungguhnya wujud tempat itu. Dan kemudian ia kembali untuk membawa tubuhmu ke sana.
* Seorang pencinta dipenuhi keajaiban, sebab ia menerima kekuatan yang tumbuh sebagai daya hidup dari yang dicintainya.
* Ketahuilah, apa pun yang menjadikanmu tergetar, itulah Yang Terbaik untukmu! Dan karena itulah, qalbu seorang pecinta-Nya lebih besar daripada Singgasana-Nya.
* Sungguh, cinta dapat mengubah yang pahit menjadi manis. Debu beralih emas. Keruh menjadi bening. Sakit menjadi sembuh. Penjara berubah menjadi telaga. Derita menjadi nikmat dan kemarahan menjadi rahmat. Cintalah yang mampu meluluhkan besi. Menghancurkan batu karang. Membangkitkan yang mati dan memberikan kehidupan kepadanya. serta membuat budak menjadi pemimpin.
* Dalam shalat malam, tatkala matahari terbenam, jalan pancaindra tertutup dan jalan menuju yang gaib terbuka luas; kemudian malaikat penjaga tidur tiba menghalau ruh pergi ke langit, bagaikan penggembala menghalau burung-burung.
* Ikatlah dua ekor burung, pasti mereka tak bisa terbang, meskipun kini mereka punya empat buah sayap.
* Bunga-bunga mawar di taman takkan pernah merekah, sebelum langit menurunkan air matanya. Bayi-bayi itu takkan pernah diberi susu, sebelum mereka menangis terlebih dahulu. Maka, menangislah kamu, supaya Sang Perawat Agung datang memberikan padamu limpahan susu kasih sayang-Nya.
* Janganlah melihat bentuk luarku, tapi ambillah apa yang ada dalam tanganku.
* Ketika kita mati, jangan cari pusara kita di bumi, tetapi carilah di hati manusia.
* Semua yang dibuat indah, cantik dan anggun dibuat untuk mata orang yang melihat.
* Ketika engkau menatap kelembutan-Nya, seketika batu dan karang menjadi lilin. Namun, ketika engkau menatap keperkasaan-Nya, lilin pun menjadi karang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar